Salah satu lembaga pendidikan tinggi yang dikenal modern adalah Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Lembaga ini menggunakan sistem pendidkan pada akhir ke-10 M oleh Jenderal Jauhar al-Sigli, seorang panglima perang dari Daulah Bani Fatimiyyah pada 972 M. Sebutan al-Azhar merujuk pada nama putri Rasulullah SAW, Fatimah az-Zahra.
Universitas ini terhubung dengan masjid al-Azhar. Masjid al-Azhar didirikan pada 969 M. Sementara itu, universitas ini baru mulai dibuka pada bulan Ramadhan atau Oktober 975 M, ketika Ketua Mahkamah Agung, Abdul Hasan Ali bin al-Nu’man, mulai mengajar yurisprudensi yang diambil dari buku Al-Iktishar.
Al-Azhar dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menerapkan sistem pengajaran modern. Dalam kurikulumnya, terdapat berbagai materi disiplin ilmu. Antara lain, ilmu agama, hukum Islam, tata bahasa Arab, filsafat, dan logika. Kemudian, berkembang dan mulai mengajarkan bidang ilmu pengetahuan modern dan eksakta.
Sejak pusat kebudayaan dan pengetahuan Islam di Kota Baghdad dan Andalusia hancur setelah invasi bangsa Mongol, Universitas Al-Azhar menjadi satu-satunya tempat tujuan para sarjana di seluruh penjuru dunia yang ingin mempelajari Islam dan bahasa Arab. Untuk mendukung peran tersebut, sejak awal universitas ini sudah dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium.
Keberadaan Universitas Al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan Islam terbesar dan modern, juga mendapat pengakuan dari Napoleon Bonaparte. Dalam pengasingan di Pulau Saint Helena, Napoleon menuliskan sebuah catatan harian yang isinya mengungkapkan kekagumannya terhadap Universitas Al-Azhar saat tentaranya melakukan penyerangan ke Mesir.
Dalam catatan hariannya, ia menyebut Al-Azhar merupakan tandingan Universitas Sorbonne di Paris. Sorbonne merupakan universitas tertua di Prancis. Kemudian, di masa Pemerintahan Ottoman, Al-Azhar tumbuh menjadi sebuah lembaga pendidikan yang mandiri secara finansial dengan sumber pendanaan berasal dari dana wakaf.
Tempat tinggal
Asrama
Bagi Mahasiswa/i yang memperoleh beasiswa Al Azhar atau Majlis A’la, ia berhak tinggal; di Asrama madinatul bu’uts al islamiyah (Al Azhar) dan asrama Dirmalak (Majlis A’la) secara gratis. Hanya bagi penghuni bu’uts akan dikenakan potongan beasiswa guna Administrasi bulanan, termasuk makan dan listrik, pihak bu’uts juga menyediakan fasilitas yang terbilang lumayan berupa : kamar, dapur, ruang olahraga/fitness, Masjid dan lain sebagainya. Sedang Asrama Dirmalak hanya diperuntukkan bagi kaum Hawa saja, letaknya tidak begitu jauh dari bu’uts. Dirmalak juga punya peraturan khusus, disini tidak disediakan makan alias masak sendiri, maka dari itu biaya yang dipungut tidak begitu besar.
Non Asrama
Mahasiswa yang terjun bebas alias non beasiswa terpaksa harus menyewa rumah/flat dengan harga rata-rata LE 350-600 perbulan. Satu flat umumnya berisi dua atau tiga kamar tidur, ruang tamu, dapur, balkon, kamar mandi, perkakas rumah serta fasilitas musim panas, dan musim dingin seperti pemanas air (sakhanah), kulakas dan kompor gas. Pada flat tertentu kadang dilengkapi dengan sarana telfon lokal, TV serta AC, tentu dengan harga sewa yang lebih dari standar biasa. Menyikapi hal itu, maka satu flat biasanya ditempati 3-6 orang, sehingga bebanpun terasa ringan.
Konsumsi
Masak sendiri adalah pilihan Mahasiswa, karena makanan mesir kurang cocok dengan lidah melayu, apalagi bagi mahasiswa baru. Beras di Mesir cukup banyak tersedia juga lauk yang bias disulap layaknya khas cita rasa Asia Tenggara, untuk hal ini biaya per individu LE 90 per bulan sudfah memadai, di daerah nasr city juga ada warung Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Transportasi.
Menurut kebiasaan mahasiswa asing tinggal agak jauh dengan kampus, karna sekitar kampus Al Azhar di kawasan Husein cukup ramai oleh lalulintas dan pasar yang kurang mendukung suasana belajar. Khusus transportasi kuliah menghabiskan ongkos sekitar LE 50 perbulan.
Hal-hal tak terduga
Pada bagian ini, termasuk iuran organisasi kedaerahan, induk, regional, langganan bulletin mahasiswa, dana kesehatan dan lainnyayang memerlukan sedikit penyisihan uan kira-kira LE 70. simpulnya standar biaya hidup sederhana perbulan bagi setiap mahasiswa asing putra maupun putri berkisar antara US$70-90 pebulan yang digunakan untuk sewa rumah kolektif, telfon, makan, listrik, diktat kuliah dan hal hal tak terduga lainnya.
Situasi keamanan.
Suasana dan kondisi keamanan Mesir atau kota Kairo yang padat penduduknya masih memungkinkan untuk belajar tenang. Adapun gangguan keamanan yang terjadi sebenarnya tidak tertuju kepada mahasiswa asing. Para penduduk kota menghargai pelajar asing. Kegiatan belajar bersama diluar kuliah atau belajar bimbingan baik oleh rekan senior atau beberapa guru mesir hingga akhirnya pulang agak larut malam tidaklah menjadi suatu kekhawatiran. Memang agak berbeda dengan suasana kota-kota besar umumnya. Gangguan gerombolan pemuda nakal jarang ditemui. Namun demikian sikap kewaspadaan dan hati-hati tetap diperlukan, misalkan ketika menaiki bus padat saat pergi kuliah atau suatu urusan. Tawuran antar pelajar bisa dikatakan tidak ada. Sengketa yang mengakibatkan perkelahian adalah hal yang tabu di Mesir. Perang mulutpun bias any berakhir dengan solusi damai, tanpa dendam.
Kesempatan kerja
Seyogjanya bagi pelajar asing tidak memasang niat “Belajar sambil bekerja” karena kan mengurangi kesempatan meraih ilmu yang sebanyak-banyaknya. Apalagi kesempatan bekerja di Mesir tidak terbuka buat orang-orang asing, terlebih Mahasiswa, kecuali harus melalui prosedur kontrak resmi antar negara.
Kesempatan bekerja bagi mahasiswa asing biasanya hanya ada di Saudi arabiah pada musim haji. Jangan pula membayangkan hal yang terlalu muluk, mudah memperoleh kerja di negara tersebut, berhubung kian sulitnya birikrasi perolehan visa kesana.
Na